01 November 2025
Sebagai negara kecil dengan sumber daya terbatas, Singapura berhasil membuktikan bahwa skala bukanlah hambatan untuk membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan, terutama menuju arah sektor ekonomi pariwisata. Changi Airport menjadi representasi dari sinergi Singapura dalam memadukan efisiensi ekonomi, kesadaran lingkungan, dan daya saing pariwisata secara global, dan Changi bukan hanya sekedar infrastruktur transportasi ataupun ruang transit bagi mobilitas internasional, tetapi sebagai representasi dari visi ekonomi hijau yang terbarukan yang berpihak pada keberlanjutan.
Changi Airport melalui pendekatan terstruktur untuk menjadikan operasi bandara selaras dengan ekonomi hijau dengan menggabungkan target operasional, teknologi, efisiensi energi, dan kolaborasi multi stakeholder yang secara korporat. Changi menetapkan target “zero carbon growth to 2030” yang berarti mencabut absolute emissions pada skala 2018, dan menerapkan sistem manajemen lingkungan bersertifikat ISO 14001 untuk mengendalikan dampak operasionalnya (Changi Airport Group, 2020/21). Hal ini memperlihatkan bahwa kebijakan internal diarahkan bukan hanya sekedar kepatuhan, tetapi sebagai strategi nilai ekonomi jangka panjang yang mendukung banding destinasi dan daya saing nasional (ibid, 2020/21:24-32).
Dari sisi teknis, inisiatif seperti LED retrofit, sistem pendinginan hemat energi, pengelolaan air (NEWater dan rainwater harvesting), serta program circular-economy untuk e-waste menunjukkan integrasi antara penghematan biaya operasional dan pengurangan jejak lingkungan, dimana hal tersebut merupakan dua faktor yang meningkatkan efisiensi ekonomi bandara dan pengalaman wisatawan (ibid, 2020/21:23-50). Akan tetapi, implementasi tersebut membutuhkan investasi awal yang besar dan sinkronisasi kebijakan skala nasional dan hal ini merupakan sebuah hal yang berhasil di Singapura karena tata kelola yang kolaboratif antara negara dan pelaku usaha.
Kebijakan nasional untuk mendorong transisi bahan bakar (Sustainable Aviation Fuel/SAF) menegaskan bagaimana instrumen fiskal menguatkan agenda hijau yang terarah melalui pengesahan green aviation fuel levy, pemerintah berupaya mengumpulkan dana yang dapat digunakan untuk mendukung pembelian SAF dan memberikan insentif bagi maskapai yang lebih awal berinvestasi pada energi bersih (Loi, 2025). Namun, konsekuensi distribusi biaya berakibat pada potensi beban tambahan pada konsumen dan operator yang terjadi antara penumpang dengan maskapai, sehingga menjadi titik kritis yang perlu dianalisis lebih jauh dalam kaitannya dengan konteks aksesibilitas dalam pariwisata jika biaya tambahan tidak diukur dengan hati-hati (ibid, 2025). Mulai dari sinilah perlu adanya kepekaan sosial terhadap kebijakan hijau sehingga keberlanjutan tidak hanya berarti “semakin hijau” tetapi juga terkait persoalan inklusivitas dan manusiawi.
Secara komparatif, Parhamfar (2024) menyoroti keberhasilan sejumlah bandara internasional seperti San Francisco International Airport (SFO) yang mengurangi emisi hingga 35% melalui efisiensi energi, serta Heathrow Airport yang menekan emisi kendaraan hingga 52% selama tiga tahun terakhir. Studi kasus di Asia, Kansai Airport dan Hong Kong International Airport juga menjadi contoh bagaimana integrasi energi terbarukan dan inovasi teknologi dapat menumbuhkan ekonomi lokal sekaligus menjaga daya saing pariwisata, yang mana ketiga studi kasus tersebut menegaskan bahwa aspek ekonomi, lingkungan, dan pariwisata bukan sebuah sektor yang berdiri sendiri, bukan aspek tunggal yang dapat bersinergi masing-masing, tetapi saling menguatkan dalam sistem keberlanjutan global (ibid, 2024:10-11).
Melalui laporan industri dan temuan penelitian tersebut menegaskan bahwa komitmen Changi Airport dalam era pasca-pandemi tidak berhenti pada pemulihan ekonomi semata, tetapi juga meliputi transformasi nyata dalam menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Rencana pemasangan panel surya berskala besar di kawasan kargo, elektrifikasi kendaraan operasional di area udara, serta pengembangan jaringan pengisian daya untuk kendaraan listrik menjadi bukti nyata dari adanya sinergi dan perubahan. Langkah-langkah tersebut tidak hanya sekedar menunjukkan kemajuan teknologi, tetapi sebagai bukti implementasi kesadaran kolektif akan tanggung jawab ekologis dalam aspek rantai nilai ekonomi pariwisata dan logistik.
Secara analisis, kekuatan Singapura terletak pada kemampuannya sebagai negara kecil dengan tata kelola yang sinergis serta mampu mengelola kompleksitas pembangunan secara efektif, yang tercermin dalam kemudahan implementasi kebijakan lintas sektoral. Sinergi antara para pemangku kepentingan menjadi fondasi utama dalam menjadikan keberlanjutan sebagai arus utama dalam pembangunan, tetapi keselarasan ini juga menyimpan resiko ketergantungan pada kebijakan pusat dan teknologi tinggi dapat menciptakan jarak antara idealisme kebijakan dan realitas sosial di lapangan.
Artikel ini diterbitkan di laman womentourism.id| 01 September 2025
Writer:
Hanum Zatza Istiqomah
An active undergraduate student majoring in Tourism at Gadjah Mada University with an interest in social, cultural, and sustainability issues.
Referensi:
- Changi Airport Group. (2015). Environment. Changiairport.com. https://www.changiairport.com/en/corporate/our-sustainability-efforts/environment.html
- Loi, E. (2025, October 14). Singapore to impose green aviation fuel levy. The Straits Times. https://www.straitstimes.com/singapore/politics/parliament-passes-bill-to-allow-spore-to-impose-green-aviation-fuel-levy-on-departing-flights
- Parhamfar, M. (2024). Towards Green Airports: Factors Influencing Greenhouse Gas Emissions and Sustainability through Renewable Energy. Next Research, 100060. https://doi.org/10.1016/j.nexres.2024.100060
- The Jewel Changi – Air Terjun Menawan Indoor yang Hemat Energy – STEM Energy. (2019). Stemenergy.id. https://stemenergy.id/stemenergyid-artikel-jewel-changi/
- Sumber foto: stemenergy.id/